Sabtu, 12 November 2011

Kepimpinan Amanah Berat


Seorang pemikir muslim pernah berkata :

'Pemimpin bukan seorang yang memimpin dengan perintah-perintahnya, melainkan yang memimpin dengan perbuatannya'

Pemimpin dalam Islam adalah seorang pelayan. Oleh yang demikian, ia sebuah kemuliaan melainkan sebuah tugas dan tanggungjawab.
Dalam Al Qur’an Allah swt menggunakan istilah “khalifah”, yang ertinya wakil.

Maknanya ia adalah seorang yang mewakili Allah di muka bumi untuk melaksanakan segala peraturan dan hukum-hukumNya.
Berdasarkan makna ini maka seorang pemimpin yang tidak ikut peraturan Allah tidak seharusnya diberi gelaran khalifah. Bila seorang pemimpin yang mewakili Allah, secara automatiknya ia pasti akan mewakili rakyatnya. Sebagai wakil rakyat maka ia tidak akan menzalimi mereka.

Namun akhir-akhir ini, pemimpin dalam ertikata sebagai pelayan kurang ditonjolkan sehingga rakyat yang sebenarnya memegang kedudukan paling tinggi malah direndahkan sementara para pemimpin justeru sibuk memperkayakan diri mereka di atas penderitaan rakyatnya.
Berbagai janji ditabur menjelang pilihanraya, bahkan tidak sedikit yang secara diam-diam membeli sokongan dengan harga yang tidak sedikit. Namun begitu kepimpinan tetap diraih, janji hanya menjadi janji dan rakyat terus mengalami penderitaan.

Sungguh tidak mungkin rakyat akan menemui ketenangan di bawah naungan seorang pemimpin pembohong. Rakyat tidak memerlukan janji-janji palsu. Rakyat memilih kerana mereka tulus menginginkan kebaikan. Tetapi di manakah kini pemimpin yang benar-benar jujur. Pemimpin yang takut kepada Allah sehingga amanah yang dipikulnya dilaksanakan secara maksima.

Perbezaan antara zaman Salafus-soleh yang paling ketara dengan zaman sekarang salah satunya adalah dalam cita-cita untuk meraih kepimpinan.
Dahulu, khususnya zaman sahabat, mereka saling menolak untuk menjadi pemimpin.

Abu Bakar As Shiddiq diriwayatkan, sebelum diminta menjadi Khalifah menggantikan Rasulullah mengusulkan agar Umar Al Khattab yang menjadi Khalifah. Alasan beliau kerana Umar adalah seorang yang kuat.

Tetapi Umar menolak dengan mengatakan :
“Kekuatanku akan berfungsi dengan keutamaan yang ada padamu”.  
Lalu Umar membai’ah Abu Bakar dan diikuti oleh sahabat-sahabat lain dari Muhajirin dan Anshar.

Abu Bakar memang secara fizikalnya kurus, tidak segagah Umar bin Al Khattab, tetapi dari segi ketegasan dan keberanian dalam mengambil keputusan, Abu Bakar lebih kuat. Tidak boleh dinafikan lagi bahwa dalam menentukan arah orientasi kepimpinan yang penuh dengan tentangan dalaman mahupun luaran, kepimpinan yang tegas dan berani seperti Abu Bakar sangat diperlukan.

Dari dialog di atas dapat kita fahami bahwa generasi awal Islam, yang terbaik itu, memandang jawatan seperti tawaran yang menakutkan. Mereka berusaha untuk menghindarinya seboleh mungkin. Tapi di zaman ini, keadaannya sudah jauh berubah.

Orang saling berlumba untuk menjadi pemimpin. Jawatan sudah menjadi tujuan hidup orang ramai. Semua tokoh yang sedang bertarung mengatakan, jika diminta oleh rakyat, saya sanggup maju ke depan. Inilah janji mereka.

Kalau kita renung lebih mendalam, keberatan para Sahabat dahulu untuk menjadi pemimpin, disebabkan kerana mereka mengetahui akibat dan risiko menjadi pemimpin. Mereka mendengar hadits-hadits Nabi saw tentang tanggungjawab pemimpin di dunia dan di akhirat.


“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya. Imam (kepala negara) adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawabannya atas kepimpinannya…”.

Dalam hadits yang lain Nabi Muhammad saw meramalkan suasana hiruk pikuk di akhir zaman berkenaan soal kekuasaan dan menjelaskan hakikat dari kekuasaan itu. Baginda bersabda seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra:


“Kamu akan berebut untuk mendapatkan kekuasaan. Padahal kekuasaan itu adalah penyesalan di hari Kiamat, nikmat di awal dan pahit di hujung”. (HR Imam Bukhari)

Juga Rasulullah saw memperingatkan mereka yang sedang berkuasa yang lari dari tugas dan tanggungjawabnya sebagai pelayan rakyat dan tidak bekerja untuk kepentingan rakyatnya, dengan sabda baginda :



“Siapa yang diberikan Allah kekuasaan mengurus urusan kaum Muslimin, kemudian ia tidak melayani mereka dan keperluan mereka, maka Allah tidak akan memenuhi keperluannya.” (HR Abu Daud)

Dalam riwayat At-Tirmizi disebutkan : 

“Tidak ada seorang pemimpin yang menutup pintunya dari orang-orang yang memerlukannya dan orang fakir miskin, melainkan Allah juga akan menutup pintu langit dari keperluannya dan kemiskinannya.”

Hadits-hadits yang ada lebih banyak menggambarkan kepahitan menjadi pemimpin berbanding kemanisannya sedangkan mereka adalah generasi yang lebih mengutamakan kesenangan ukhrawi daripada kenikmatan duniawi. Itulah yang dapat ditangkap dari sikap keberatan mereka untuk menjadi pemimpin.

Sementara orang yang hidup di zaman ini berfikir sebaliknya :
  1. Yang mereka kejar adalah kesenangan duniawi yang boleh diperolehi melalui jawatan dan kekuasaan.
  2. Mereka lupa dengan pertanggungjawaban di hari Kiamat itu.
  3. Mereka tidak segan-segan memanipulasi dan mereka-reka sesuatu untuk mendapatkan jawatan dan kekuasaan itu.
Kadangkala cara yang digunakan hampir sama dengan cara kaum kuffar untuk menghancurkan nilai-nilai akhlak Islam yang sangat mulia; mencari dan mengumpulkan kelemahan lawan politik dan pada sesetengah waktunya, keaiban-keaiban itu dibuka dan dipertontonkan untuk melemahkan lawan politik masing-masing.

Menjadi sebuah kenyataan bahwa semua yang berebut jawatan mengaku bahwa ia lebih baik dari yang sedang memimpin dan tidak ada yang dapat memberi jaminan bahwa jika ia memimpin, keadaan akan menjadi lebih baik.

Kita seharusnya melihat bagaimana Rasulullah saw, ketika memimpin, ia telah berhasil membangun persaudaraan sehingga semua merasa aman di bawah kepimpinannya.

Belum pernah ada cerita bahwa seorang Yahudi atau Nasrani dizalimi pada zamannya. Bahkan yang sering kita dengar adalah kisah bagaimana Rasulullah saw sentiasa memberikan makanan kepada seorang Yahudi yang buta, membela hak-hak mereka, sepanjang mereka tidak melakukan pengkhianatan. Bukan hanya itu, Rasulullah saw sangat tegas menegakkan peraturan.

Diriwayatkan bahwa baginda pernah bersabda :

“Jika Fatimah puteri Muhammad mencuri, maka akan aku potong tangannya”. 

Contoh lain dilihat pada kepimpinan Abu Bakar Ash Shiddiq ra yang penuh dengan ketegasan dalam menjaga agama. Sekecil apapun sesuatu perkara yang mampu menjejaskan agama, segera di atasi oleh Abu Bakar semampu mungkin.

Ini nampak jelas ketika Abu Bakar memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat. Abu Bakar berkata: 

“Akan aku perangi orang-orang yang membezakan antara solat dan zakat”.

Umar bin Al Khattab pula melahirkan suatu sifat kepimpinan Islam yang sedikit berbeza.
Diriwayatkan bahwa Umar, masih makan roti kering dan memakai baju yang penuh dengan tampalan di saat ia mencapai puncak kekuasaan. Setiap malam Umar akan berkeliling dari rumah ke rumah, membantu orang-orang yang susah. Umar juga sempat membelikan keperluan sehari-hari bagi para janda yang suaminya gugur di medan perang.

Tersebut dalam sebuah kisah bahwa pada suatu malam, Umar berkeliling memeriksa akan keadaan rakyatnya. Dari kejauhan ia ternampak ada sebuah lampu yang menyala. Apabila dia mendekatinya, ternampak seorang ibu sedang memasak dan di sampingnya ada anak-anak kecil yang sedang menangis.

Ketika Umar bertanya, si ibu menjawab :
“Anakku sedang lapar dan aku memasak batu supaya anakku tenang.”  

Mendengar akan hal itu, Umar terus mengambil bahan makanan dan menggendongnya sendiri dari Baitul Mal di malam itu juga. Bahkan Umar sendiri terus memasaknya untuk keluarga tersebut.

Perhatikan bagaimana Umar menyedari hakikat tanggungjawab kepimpinan. Selain itu, pada suatu hari Umar pernah berkata :

“Jika aku tidur di siang hari, aku telah abaikan rakyatku, dan bila aku tidur di malam hari aku telah abaikan diriku sendiri”.

Suatu ungkapan yang seharusnya dijadikan pedoman dan ditulis dengan tinta emas oleh setiap pemimpin.

Ya Allah, kami memahami sesungguhnya amanah kepimpinan adalah sesuatu yang cukup berat dan akan ditanya dan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Kami memohon kepadaMu agar dikurniakan pemimpin yang benar-benar bertanggungjawab, adil dan sanggup memikul amanah kepimpinan dengan penuh insaf dan waspada.
Artikel ni di-copy-paste dari sini http://dakwah.info/featured/kepimpinan-amanah-berat/


0 ulasan:

Catat Ulasan

Search Box